MANGUNTARA, 21 Juni 2025 – Suasana meriah dan penuh kearifan lokal menyelimuti Desa Manguntara. Dalam sebuah perayaan yang penuh makna, Pemerintah Desa Manguntara sukses menyelenggarakan pagelaran wayang kulit sebagai puncak dari upacara adat Mapag Sri. Acara ini merupakan wujud syukur atas hasil panen padi yang melimpah dan doa untuk kesuburan tanah di masa mendatang.
Acara yang dipusatkan di balai desa ini dihadiri oleh ratusan warga, termasuk perangkat desa, tokoh adat, serta para petani yang menjadi subjek utama dari perayaan ini.
Mapag Sri, Tradisi Turun-temurun yang Terus Dilestarikan
Mapag Sri adalah tradisi Jawa yang sudah mengakar kuat di Desa Manguntara. Secara harfiah, “Mapag” berarti menjemput, dan “Sri” merujuk pada Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran dalam mitologi Jawa. Upacara ini adalah cara masyarakat menjemput dan menyambut panen raya dengan penuh suka cita dan rasa syukur.
“Pagelaran wayang kulit ini bukan hanya sekadar hiburan, tapi juga sarana edukasi dan pelestarian budaya. Kami ingin generasi muda di Manguntara memahami betapa berharganya tradisi ini, yang mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan dan menjaga alam,” ujar Bapak Sujadi, Kepala Desa Manguntara, dalam sambutannya.
Pagelaran ini menampilkan lakon-lakon yang relevan dengan kehidupan petani, seperti kisah Dewi Sri, yang diyakini membawa berkah dan kesuburan bagi pertanian. Para penonton tampak khusyuk menikmati alur cerita, diiringi alunan gamelan yang menenangkan.
Dampak Positif bagi Warga dan Ekonomi Lokal
Selain sebagai perayaan budaya, acara ini juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Banyak pedagang kecil memanfaatkan momen ini untuk berjualan makanan dan minuman tradisional, yang turut meramaikan suasana.
“Senang sekali bisa berjualan di sini. Acara ini ramai sekali, dagangan saya laris manis. Semoga acara seperti ini bisa terus diadakan,” kata salah satu pedagang yang turut serta.
Pemerintah Desa Manguntara berkomitmen untuk terus mendukung dan melestarikan tradisi lokal seperti Mapag Sri dan pagelaran wayang kulit ini. Hal ini tidak hanya memperkuat identitas budaya desa, tetapi juga menjadi daya tarik wisata potensial yang bisa memajukan desa di masa depan.






